PELAJARAN SATU
TRI SARIRA
Pengertian dan Bagian-bagian Tri Sarira
a.
Pengertian Tri Sarira
Kata Tri Sarira berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu
dari kata Tri dan Sarira. Tri berarti tiga, dan kata Sarira
dalam tulisan Sankerta adalah Śarīra temasuk jenis neuter yang berarti;
rangka , badan.
Jadi Tri Sarira berarti
tiga badan atau tiga lapisan badan manusia yang terbentuk dari unsur, fungsi
dan kwalitas berbeda.
b.
Bagian-bagian Tri Sarira
Sesuai dengan arti Tri yang
berarti tiga, maka bagian dari Tri Sarira terdiri dari tiga bagian, yaitu:
- Stula Sarira atau Raga Sarira atau badan kasar,
- Suksma Sarira atau badan halus,
- Antakarana Sarira atau badan penyebab yaitu Atman yang menjiwai tubuh manusia.
b.1 Stula Sarira artinya badan kasar yaitu lapisan badan
yang paling luar yaitu badan jasmani yang dapat diamati dengan menggunakan
Panca Indra. Badan kasar dibentuk dari unsur Panca Maha Bhuta.
Keberadaan Panca Maha Bhuta
dimuat dalam Kitab Manawa Dharmasastra Bab I Sloka 6, sebagai
berikut:
Tatah svayambhur bhagavan
Avyakto vjanjayannidam,
Mahabhutadi vrttaujah
Pradurasitta monudah
Artinya:
Kemudian dengan kekuatan tapanya Ia Yang Maha Ada
menciptakan ini Panca Maha Bhuta/unsur alam manusia dan lainnya, nyata terlihat, melenyapkan
kegelapan.
Panca Maha Bhuta berarti lima unsur atau elemen besar yang
terdiri dari:
a. Unsur Padat atau Pertiwi dalam
tubuh manusia akan membentuk tulang, otot, kuku, rambut dan gigi
b. Unsur Cair atau Apah akan
membentuk; darah, lendir, enzim, kelenjar, keringat dan cairan-cairan tubuh
lainnya,
c. Unsur Panas/Cahaya atau Teja akan
membentuk suhu tubuh,
d. Unsur udara/angin atau Bayu akan
membentuk tenaga, nafas dan udara lain dalam tubuh,
e. Unsur kosong atau Akasa/Ether akan
membentuk segala rongga di dalam tubuh.
Panca Maha Bhuta berasal dari
unsur Panca Tan Matra yaitu lima unsur benih. Panca Tan Matra juga dimuat dalam Kitab Manawa Dharmasastra
Bab I Sloka 27, sebagai berikut:
Anvyo matra vinasinyo
Dasarhanam tu yah smrtah,
Tabhih sardham idam sarvam
Sambhavatyanu purvasah.
Artinya:
Dengan mempergunakan lima Matra (unsur yang halus
) yang tak kekal itu Ia susun alam semesta ini menurut hukumnya dengan
sempurna.
Panca Tan Matra meliputi:
a.
Sabda Tan Matra yaitu benih suara,
b.
Sparsa Tan Matra adalah benih rasa sentuhan,
c. Rupa Tan
Matra yakni benih
penglihatan,
d.
Rasa Tan Matra adalah benih rasa,
e.
Gandha Tan Matra adalah benih penciuman.
Selain Stula Sarira dibentuk dari unsur Panca Tan Matra dan
unsur Panca Maha Bhuta, Badan Kasar (Stula Sarira ) kita terdapat lagi
enam lapisan pembungkus yang disebut Sad Kosa. Bagian-bagian Sad Kosa
yang merupakan lapisan pembungkus yang berjumlah enam, yakni:
a. Asti/Taulan : tulang,
b. Adwad : otot,
c. Sumsum : sumsum,
d. Mamsa : daging,
e. Rudhira : darah,
f. Carma : kulit.
b.2 Suksma Sarira atau Lingga Sarira artinya lapisan
yang halus tidak dapat dilihat dan diraba oleh alam pikiran kita. Suksama
Sarira adalah ingatan. Dalam Bahasa Sanskerta disebut Citta.
Citta adalah hasil dari pengalaman yang
merupakan kumpulan dari pengalaman yang telah kita perbuat, dipikirkan, dilihat
dan dirasakan selama kita hidup yang membentuk karakter, watak dan budhi
seseorang.
Dengan adanya Citta akan
menimbulkan Panca Budindria dan Panca Karmendria. Panca
Budindria berarti lima indria pengenal. Sedangkan Panca Karmendria berarti
lima indria penggerak.
Untuk memudahkan mengingat
bagian-bagian Panca Budindria, di bawah ini disajikan dalam Pupuh Ginanti sebagai berikut:
Pupuh Ginanti
Panca Budindria iku,
Caksundria kaping siki,
Srotendria kaping dua,
Granendriane katrini,
Jihwendria kaping empat,
Twakindria lima sami.
Jadi bagian-bagian Panca
Budindria, meliputi:
a. Caksu indria yaitu indria pengenal melalui penglihatan
terletak pada mata yang menyebabkan mata bisa melihat,
b. Srotendria adalah indria pengenal melalui pendengaran
terletak pada telinga yang menyebabkan telinga dapat mendengar,
c. Ghranendria adalah indria pengenal melalui penciuman terletak
pada hidung yang menyebabkan hidung dapat mencium sesuatu,
d. Jihwendria artinya indria pengenal melalui sad rasa terletak
pada lidah yang menyebabkan lidah dapat mengecap rasa,
e. Twakindria artinya indria pengenal melalui sentuhan terletak
pada kulit yang menyebabkan kulit dapat merasakan halus atau kasarnya sesuatu.
Bagian-bagian Panca
Karmendria disajikan dalam Pupuh
Ginanti sebagai berikut:
Pupuh Ginanti
Panindria nomer satu,
Padendria kaping kalih,
Ping tiga Garbhendria,
Upastendria nyarengin ,
Ping lima Payu indria,
Panca Karmendria aranin.
Jadi
bagian-bagain Panca Karmendria yang membentuk Suksma Sarira, sebagaimana
disebutkan dalam Pupuh di atas meliputi:
a. Panindria adalah indria penggerak pada tangan yang
menyebabkan dapat mengambil dan memegang sesuatu,
b. Padendria artinya indria penggerak pada kaki yang
menyebabkan dapat berjalan,
c. Garbhendria artinya indria penggerak pada perut yang
menyebabkan dapat merasakan lapar dan kenyang,
d. Upasthendria artinya indria penggerak pada pada kemaluan
laki-laki, Bhagendria artinya indria penggerak pada kemaluan perempuan
menyebabkan bisa mengeluarkan Sukla atau benih laki-laki dan Swanita
yaitu benih perempuan.
e. Payuindria artinya indria penggerak pada dubur atau pantat
yang menyebabkan dapat membuang kotoran atau gas.
Gabungan antara Panca
Budhindriya dan Panca Karmendria disebut Dasendriya. Dasendriya
berada pada alam pikiran yang saling mempengaruhi gerak pikiran manusia.
Suksma Sarira terjadi dari Budhi,
Manah dan Ahamkara yang disebut Tri Antakarana atau tiga
penyebab akhir, meliputi:
a. Buddhi yaitu kesadaran atau kebijaksanaan dan intuisi
berfungsi untuk menentukan keputusan,
b. Manah yaitu akal pikiran yang berfungsi untuk berpikir,
dan
c. Ahamkara yaitu keakuan atau ego yang berfungsi untuk
merasakan dan bertindak.
Ingatan juga dipengaruhi oleh Tri
Guna yaitu Sattwam, Rajas dan Tamas.
a. Bila ingatan dipengaruhi oleh guna Sattwam
maka seseorang akan selalu berbuat jujur, adil, bijaksana dan tidak
mementingkan diri sendiri,
b. Bila ingatan dipengaruhi oleh guna Rajas
maka seseorang akan menjadi kasar, serakah, ambisi dan mementingkan dirinya sendiri,
c. Bila ingatan dipengaruhi oleh guna Tamas,
maka seseorang akan menjadi malas, acuh tak acuh, makan dan tidur saja.
Sebagai sebuah contoh dapat digambarkan
keadaan Suksma Sarira itu seperti kita mempunyai perasaan yaitu perasaan
kecewa-puas, senang-sedih, cinta-benci, kagum, hormat, kepahlawanan, jijik dan
sebagainya. Semua itu tidak dapat diamati tetapi yang terlihat hanyalah
gejalanya berupa ekspresinya. Misalnya orang yang sedang senang, perasaan
senangnya tidak dapat diamati tetapi ciri-cirinya seperti wajahnya berseri-seri
disertai senyum. Bagaimana wujud indria juga tidak dapat kita ketahui tetapi
ada di dalam diri kita.
b.3 Antakarana Sarira adalah lapisan yang paling halus yaitu
badan penyebab. Yang menjadi badan penyebab adalah Atman yang menjiwai
tubuh kita. Atma paling berkuasa dalam tubuh kita. Atma yang mentukan
gerak pikiran dan tingkah laku manusia. Tubuh merupakan alat dari pikiran.
Hubungan Tri Sarira
Tubuh manusia yang terdiri
dari tiga lapisan kalau diibaratkan adalah seperti sebuah kereta yang ditarik
oleh kuda, ada kusirnya dan ada penumpangnya. Maka
dapat digambarkan tubuh manusia berdasarkan perumpamaan ini adalah:
-
Kereta
adalah tubuh manusia ( Stula Sarira ),
-
Kusirnya
adalah ingatan ( Suksma Sarira) yang menggerakkan kereta. Sehingga
gerakan kereta dipengaruhi oleh watak kusirnya, jika watak kusirnya baik maka
kereta akan berjalan dengan tenang dan hati-hati,
-
Antakarananya adalah penumpang karena penumpanglah
yang menentukan arah tujuan dari kereta itu.
Jadi Stula Sarira
adalah alat dari pikiran, Suksma Sarira adalah sebagai pelaksana atau
yang menggerakkan, sedangkan Antakarana Sarira adalah yang menentukan
arah gerak itu.
c. Fungsi Tri Sarira
Tri Sarira merupakan tiga
lapisan badan yang memiliki kwalitas yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang
sangat erat antara lapisan satu dengan lapisan yang lain. Artinya antara Stula
Sarira dengan Suksma Sarira dan Antakarana Sarira sudah tentu berbeda teapi
ketiganya tidak bisa dipisahkan. Manusia tidak mungkin hidup apabila tidak ada
Suksma Sarira, demikian pula sebaliknya.
Sebagai sebuah contoh; mata berfungsi sebagai alat bantu
melihat alam atau obyek tertentu, sehingga kita dapat membedakan indah dan
tidak indah, aneka warna, bersih atau kotor, pada saat melamun pikiran kita
melayang ke obyek yang kita lamunkan, sehingga orang yang lewat di depan kita
tidak kita lihat. Artinya mata bisa melihat dan membedakan sesuatu jika telah
bekerjasama dengan pikiran dan kerjasama itu kita dapat menikmati kehidupan
ini.
Ketiga lapisan tubuh manusia akan berfungsi apabila
manusia masih hidup atau Jiwatman masih bersemayam dalam diri.
Jadi kalau dirinci fungsi dari
Tri Sarira adalah:
a. Stula Sarira berfungsi sebagai tempat bersemayamnya Suksma
Sarira dan Antakarana Sarira sehingga badan memiliki Jiwa,
b. Sukma Sarira berfungsi
sebagai pemberi pikiran, kesadaran, kebijaksanaan, intuisi, akal pikiran yang
sifatnya tidak dapat dilihat atau diamati,
c. Antakarana Sarira berfungsi sebagai penentu arah gerak hidup
manusia, yaitu menentukan arah gerak Stula Sarira atau badan Kasar dan Suksma
Sarira atau badan halus.
PELAJARAN DUA
SEJARAH AGAMA HINDU
2.1 Kerajaan Hindu di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Tonggak
perkembangan agama Hindu di Indonesia dimulai sejak abad ke empat masehi. Mulai
abad ini Indonesia mulai memasuki jaman sejarah dan mengenal sistem kerajaan
yang beragama Hindu.
Informasi tentang kedatangan Agama Hindu ke Indonesia
ada beberapa pendapat yang mengatakan:
a.
Pendapat
pertama; masuknya agama Hindu berdasarkan nama-nama tempat yang disebut-sebut
dalam Kitab Ramayana, seperti; Jawa Dwipa (sebutan untuk Pulau Jawa), Swarna
Dwipa (sebutan untuk Pulau Sumatra) dan Sisira Parwata (gunung
bersalju yaitu gunung tertinggi di Irian Jaya yang sekarang bernama Jaya Wijaya
). Berdasarkan atas nama-nama di atas diperkirakan agama Hindu telah masuk ke
Indonesia pada jaman Itihasa Ramayana,
b.
Pendapat
kedua mengatakan; masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh petualang-petualang
India yang gagah berani,
c.
Pendapat
ketiga; berpendapat bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang yang mengadakan hubungan perdagangan dari India ke Indonesia,
d.
Pendapat
keempat mengatakan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh para
Pendeta yang berasal dari India,
e.
Pendapat
kelima mengatakan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dilakukan oleh
orang-orang Indonesia sendiri yang datang ke India untuk belajar agama
Hindu, sepulangnya dari India orang Indonesia mengajarkan agama Hindu di
Indonesia.
2.1.a
Kerajaan Hindu di Kutai
Sebelum menguraikan
perkembangan agama Hindu di Kutai ada baiknya kita tembangkan sebuah Pupuh
Maskumambang yang memuat intisari Sejarah Agama Hindu di Kutai sebagai berikut:
Pupuh Kumambang
Mulawarman Raja Hindune di Kutai
Muja Dewa Siwa,
Pitu Yupane kapanggih,
Liannya Waprakeswara.
Daerah Kutai memiliki sejarah
yang besar dimana pada jaman dahulu sekitar tahun 400 Masehi atau abad IV di
daerah Kutai di Tepi Sungai Mahakam Kalimantan Timur pernah berdiri Kerajaan
Hindu Pertama yaitu Kerajaan Kutai.
Tentang keberadaan Kerajaan Kutai dapat
dibuktikan dengan diketemukannya Yupa Yupa adalah batu berdiri berbentuk
tiang dan bertulis yang digunakan dalam Uapacara Agama. Yupa ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa
berbahasa Sanskerta. Jumlah Yupa yang ditemukan di Kutai sebanyak 7 buah
dan salah satunya menyebutkan bahwa nama Kudungga berputra Aswawarman. Dan
Aswawarman berputra tiga orang putra yang tertua bernama Mulawarman.
Disebutkan dalam Yupa bahwa
Mulawarman sebagai raja yang sangat bijaksana, kuat dan berkuasa. Pada jamannya
Mulawarman menjadi Raja di Kutai Beliau telah melaksanakan Yadnya. Para
Brahmana pada jaman itu mendirikan Yupa untuk peringatan Yadnya itu. Pada Yupa
yang lain juga disebutkan bahwa raja Mulawarman telah menghadiahkan 80.000 ekor
sapi kepada para Brahmana, bertempat di lapangan suci Waprakeswara yaitu
lapangan yang sangat luas sebagai tempat suci untuk memuja Dewa Siwa
2.1.b Kerajaan Hindu di Jawa Barat
Perkembangan agama Hindu di
Pulau Jawa diawali dari Jawa Barat. Keberadaan agama Hindu di Jawa Barat
diperkirakan telah dimulai pada pertengahan abad ke-5 ditandai dengan
munculnya/berdirinya Kerajaan Hindu yang bernama Kerajaan Tarumanegara
dengan rajanya bernama Purnawarman.
Bukti-bukti bahwa di Jawa
Barat pernah berdiri Kerajaan Taruma Negara adalah dengan diketemukannya Saila
Prasasti. Dan di daerah Cibuaya ditemukan Arca Wisnu yang memperkuat
pembuktian bahwa di Jawa Barat pernah berkembang agama Hindu secara pesat.
Saila Prasasti adalah prasasti yang terbuat atau ditulis di atas batu yang
jumlahnya sebanyak 7 buah.
Yang termasuk dalam Saila
Prasasti meliputi:
a.
Prasasti Ciaruteun,
b.
Prasasti Tugu,
c.
Prasasti Kebon Kopi,
d.
Prasasti Pasir Awi,
e.
Prasasti Muara Cianten,
f.
Prasasti Lebak, dan
g.
Prasasti Jambu.
Isi Prasasti:
a.
Prasati Ciaruteun menggunakan huruf Pallawa
dan berbahasa Sanskerta yang
berbentuk syair yang memberikan keterangan tentang kerajaan Tarumanegara.
Isinya; “Inilah bekas dua kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah kaki
Yang Mulia Mulawarman Raja yang gagah berani di dunia”.
b.
Prasasti Tugu menguraikan tentang Raja Purnawarman dalam tahun pemerintahannya
yang ke-22 menggali sungai Gomati dalam waktu 21 hari dengan panjang 12
km, di samping sungai yang sudah ada yaitu sungai Chandrabhaga ( Bekasi ).
Pekerjaan menggali sungai diakhiri dengan menghadiahkan 2000 (dua ribu) ekor lembu
kepada Brahmana.
Selain Kerajaan Taruma Negara di wilayah Jawa Barat,
juga pernah berdiri kerajaan Hindu yang sangat terkenal sampai sekarang dan
diabadikan menjadi nama salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung yaitu Kerajaan
Padjajaran. Kerajaan Padjajaran mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Prabhu Siliwangi.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa Prabhu Siliwangi moksa di Gunung Salak, Desa
Taman Sari Bogor Jawa Barat. Di dalam Pura tersebut ada sebuah pelinggih
(candi) yang merupakan tempat khusus untuk memuja Prabhu Siliwangi.
2.1.c
Kerajaan Hindu di Jawa Tengah
Agama Hindu memahami dan mengadakan
pemujaan terhadap Dewa Tri Murti. Pemujaan terhadap Dewa Tri Murti sudah
dimulai sejak perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Di Jawa Tengah pernah
berdiri sebuah kerajaan Hindu yang bernama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan
Medang Kemulan.
Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa di
Jawa Tengah pernah berdiri sebuah kerajaan Hindu dibuktikan dengan:
1.
Diketemukannya
Prasasti Tuk Mas di Lereng Gunung Merbabu. Prasasti Tuk Mas menggunakan angka
tahun 650 Masehi.
Isi dari Prasasti Tuk Mas adalah:
-
berisi
pujian kepada Sungai Gangga,
-
berisi
atribut Dewa Tri Murti seperti: Tri Sula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga
Teratai.
2.
Diketemukannya
Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Raja Sanjaya. Prasasti
Canggal memakai huruf Pallawa berbahasa Sanskerta menggunakan angka tahun Candra
Sangkala yaitu angka tahun dengan menggunakan kata-kata yang berbunyi “ Sruti
Indria rasa” yang artinya:
-
Sruti
artinya 4 ( Catur Weda
Sruti),
-
Indria artinya 5 ( Panca Indria)
-
Rasa artinya 6 ( Sad Rasa)
Jadi sama artinya
dengan tahun 654 Saka atau 732 Masehi.
Isi Prasasti Canggal adalah:
- Terdiri dari 12 pada atau 12 bait syair yang
isinya memuat tentang pendirian lingga dan pemujaan kepada Dewa Tri Murti
3.
Terdapat
peninggalan Candi yang bernama Candi Prambanan yang merupakan Candi
Hindu terbesar di Jawa Tengah. Candi Prambanan disebut juga dengan nama Candi
Loro Jonggrang. Menurut Prasasti Siwagreha: Candi Prambanan didirikan
oleh salah satu dari Dinasti Sanjaya yakni Rakai Pikatan,
4.
Diketemukannya
Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Sri Kandi, Candi Sinta dan Candi
Sambisari di pegunungan Dieng.
2.1.d Kerajaan Hindu di Jawa Timur
a Kanjuruhan
Awal perkembangan Agama Hindu
di Jawa Timur dimulai dari Kota Malang Jawa Timur dengan diketemukannya sebuah
Prasasti yang bernama Prasasti Dinoyo. Prasasti Dinoyo bertuliskan angka
tahun 760 Masehi. Isi Prasasti Dinoyo
adalah:
1. Terdapat kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan
dengan rajanya bernama Dewa Simha, Dewa Simha adalah Raja yang menganut
agama Hindu dengan memusatkan pemujaan kepada Dewa Siwa.
2. Tentang pembuatan arca Maharsi Agastya
yaitu sebuah arca yang berwujud Resi Agastya sebagai penghormatan atas jasanya
menyebarkan dan mengajarkan Agama Hindu dari India ke Indonesia ( Nusantara ).
Dewa Simha berputra seorang yang bernama Liswa.
Setelah dilantik menjadi raja, Liswa bergelar Gajayana. Liswa mempunyai
seorang putri yang bernama Uttejana. Raja Gajayana mendirikan sebuah
tempat pemujaan untuk Rsi Agastya yang terbuat dari kayu cendana kemudian
diganti dengan arca dari Batu Hitam. Arca Agastya
diresmikan tahun 760 Masehi.
b.
Isana Wamsa/Empu Sendok
Stelah Raja Dewa Simha yang menganut agama Hindu,
perkembangan Agama Hindu selanjutnya di Jawa Timur disusul dengan munculnya
Dinasti Isana Wamsa. Yang menjadi pendiri adalah Empu Sendok. Empu Sendok
sangat memuliakan Dewa Siwa. Mpu Sendok memerintah pada tahun 929-974 Masehi
dengan gelar “Sri Isana Tunggadewa Wijaya”
c.
Dharmawangsa Teguh
Raja Darmawangsa Teguh dalam masa pemerintahannya sangat
memperhatikan perkembangan karya-karya sastra. Pada masa pemerintahan
Darmawangsa Teguh, karya sastra besar dari India yaitu Ramayana dan Mahabharata
dikaji oleh ahli-ahli sastra (pengawi) di Indonesia selanjutnya digubah
dari yang dahulunya berbahasa Sanskerta digubah menggunakan Bahasa Jawa Kuno.
Yang memprakarsai kegiatan menggubah karya sastra hasil karya Bhagawan Byasa
menjadi karya yang berbahasa Jawa Kuno diistilahkan dengan “ Mangjawaken
Byasa Katha” yang artinya mermbahasa Jawakan karya-karya Bhagawan Byasa
dan karya Bhagawan Walmiki yang dulunya berbahasa Sanskerta.
d.
Prabhu Airlangga
Setelah Raja Darmawangsa Teguh berkuasa dilanjutkan lagi
perkembangan agama Hindu di Jawa Timur dengan munculnya Prabhu Airlangga.
Pada masa pemerintahan Prabhu Airlangga di Jawa Timur selalu memberikan
kemakmuran kepada dunia. Atas jasa yang dilakukan oleh Prabhu Airlangga maka
Prabhu Airlangga diarcakan (dibuatkan arca yang menggambarkan Prabhu Airlangga)
dalam wujud Garuda Wisnu yaitu Wisnu mengendarai Garuda.
e.
Kerajaan Kediri
Pada masa kerajaan Kediri yang juga menganut
agama Hindu, banyak muncul karya sastra pada masa itu. Pengawi/pengarang
yang sangat terkenal pada masa jayanya Kerajaan Kediri adalah Empu Sedah
dan Empu Panuluh yang mengarang karya besar yang berjudul Kakawin
Bharatayudha.
f. Kerajaan Singosari
Setelah Kerajaan Kediri runtuh, muncul lagi Kerajaan
yang bercorak Hindu adalah Kerajaan Singosari pada tahun 1222 Masehi
. Kerajaan Singosari didirikan oleh Ken Arok. Ken Arok sebagai Raja di Kerajaan Singosari
pada masa pemerintahannya didampingi oleh para Purohita. Purohita
berarti pendeta penasehat Raja.
Pada jaman Kerajaan Singosari banyak dibangun bangunan
suci Hindu berupa candi seperti:
a.
Candi Kidal,
b.
Candi Jago, dan
c.
Candi Singosari.
g. Kerajaan Majapahit
Setelah runtuhnya Kerajaan Singosari, pada tahun 1293
muncullah kerajaan Majapahit. Pada jaman Kerajaan Majapahit, kehidupan
beragama Hindu sangat mantap berkat pembinaan dari pendeta yang mendampingi
raja dalam menjalankan pemerintahan. Masa kejayaan Kerajaan Majapahit yakni
pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Pada masa itu wilayah kekuasaan
Kerajaan Majapahit mencakup seluruh Nusantara bahkan sampai ke Brunei
Darussalam, Serawak, Kamboja dan Malaysya. Raja Hayam Wuruk
pada masa pemerintahannya didampingi oleh Maha Patih Gajah Mada. Gajah
Mada adalah Maha Patih yang gagah berani dan kuat yang terkenal dengan Sumpah
Palapa yang bertujuan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan lain agar mau
tunduk kepada kekuasan Raja Majapahit. Sumpah Palapa dilaksanakan oleh Gajah
Mada selama 21 tahun yakni antara tahun Saka 1258 sampai 1279 Saka.
Isi Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Maha Patih
Gajah Mada, sebagai berikut:
Lamun huwus kalah Nusantara insun amukti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, Ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti Palapa.
Artinya:
Kalau sudah kalah Nusantara Hamba memakan Kelapa, kalau kalah di
Gurun=Lombok, di Seran=Seram, Tanjung Pura=Kalimantan, di Haru=Sumatra Utara,
di Pahang=Malaya, Dompo=Dompu/Sumbawa, di Bali, di Sunda, Palembang
(Sriwijaya), Tumasik=Singapura semuanya itu baru Hamba akan memakan Kelapa.
Hasil dari Sumpah Palapa yang diucapkan oleh
Maha Patih Gajah Mada terbukti yaitu Bali dapat ditaklukkan pada tahun 1265,
Dompu dan Pasunda dapat ditaklukkan pada tahun 1279 Saka atau 1375 Masehi.
Selain dapat menaklukkan
kerajaan-kerajaan di Nusantara bahkan sampai ke Malaysya, Singapura, pada masa
kejayaan Raja Hayam Wuruk banyak karya sastra Hindu yang fundamental digubah
pada masa itu, misalnya:
a. Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular,
b. Kakawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa,
c. Kitab Nagara Kertagama karya Mpu Prapanca, dan
d. Didirikannya Candi Besar yaitu Candi
Penataran di Blitar.
2.1.e Kerajaan Hindu di Bali
a.
Sri Kesari Warmadewa
Di Bali terdapat sebuah kerajaan yang menganut agama
Hindu yang diperkiran sudah muncul pada abad ke-8. . Hal ini dapat diketahui
dengan diketemukannya sebuah Prasasti Blanjong. Prasasti Blanjong
tersimpan di sebuah Pura yang bernama Pura Blanjong yang terletak di
Blanjong daerah Sanur. Prasasti
Blanjong berbentuk Silinder ( bulat panjang ) yang berisi tulisan Bali Kuno dan
berbahasa Sanskerta. Dalam Prasasti Blanjong dijelaskan bahwa nama Raja Bali
waktu itu bergelar Warmadewa. Rajanya bernama Sri Kesari Warmadewa
dengan pusat pemerintahannya berada di Singhamandawa. Nama Warmadewa
mulai muncul pada tahun 835 Saka.
Selain itu diketemukan juga cap-cap
kecil yang tersimpan di dalam stupa yang terbuat dari tanah liat
bertuliskan mantra Budha yang disebut Ye Te Mantra.
b. Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi
Setelah
raja Sri Kesari Warmadewa, di Bali pada tahun 905 Saka atau 983
Masehi muncul seorang raja yang menganut agama Hindu. Raja tersebut adalah
raja perempuan (ratu) yang bernama Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi.
c. Udayana Mahadewa
Setelah pemerintahan Sriwijaya
Mahadewi muncul nama raja Udayana Warmadewa yang didampingi oleh
permaisurinya bernama Sri Gunapriya Dharmapatni.
Raja Udayana memiliki putra
bernama Marakata dan Anak Wungsu. Marakata
menggantikan Udayana Warmadewa sebagai raja di Bali.
d.
Anak Wungsu
Anak Wungsu adalah anak
dari raja Udayana Warmadewa. Anak Wungsu adalah raja yang paling aktif mencatat
peristiwa penting dalam pemerintahannya sehingga Raja Anak Wungsulah yang
paling banyak mengeluarkan prasasti.
Raja Anak Wungsu memerintah di
Bali pada tahun 971-999 Saka atau 1049 –1077 Masehi.
Salah satu prasasti yang
dikeluarkan oleh Raja Anak Wungsu berangka tahun 944 Saka atau 1022
Masehi, dalam prasasti itu memuat Sapata atau kata-kata sumpah yang
menyebut nama-nama Dewa Hindu. Adapun isi Sapata itu, seperti: bahwa rakyat
Bali percaya dengan Dewa-dewa dan Maharsi seperti percaya dengan Maharsi
Agastya.
Selanjutnya ada sebuah
prasasti lagi yang dikeluarkan oleh Raja Anak Wungsu yang berangka tahun 993
Saka atau 1070 Masehi memuat Sapata yang berbunyi “ untuk
Hyang Angasti Maharsi dan Para Dewa yang lainnya”. Yang dimaksud
Angasti Maharsi dalam prasasti yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu adalah
Maharsi Agastya.
e.
Raja Bedahulu
Perkembangan agama Hindu di Bali selanjutnya dipengaruhi
dengan munculnya Raja Bedahulu. Raja Bedahulu sangat melegenda di Bali
sebagai raja yang ditakuti rakyatnya. Pada masa pemerintahan Raja Bedahulu,
rakyat tidak boleh memandang muka atau kepala raja. Sehingga apabila menghadap
harus menunduk.
Raja Bedahulu adalah raja Bali yang terakhir memerintah
Bali. Dan pada tahun 1259 Saka
atau 1337 Masehi raja Bedahulu bergelar Sri Asta Sura Ratna Bumi
Banten.
Setelah enam tahun memerintah Bali, pada tahun 1265
Saka atau 1343 Masehi, Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah
Mada sebagai wujud Sumpah Palapanya. Dan mulai saat itu Bali menjadi
daerah kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur.
f.
Sri Kresna Kepakisan
Setelah Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada
dan Bali menjadi daerah kekuasaan Majapahit, pemerintahan di Bali dilanjutkan
oleh Sri Kresna Kepakisan. Oleh raja Sri Kresna Kepakisan pusat
pemerintahan atau kerajaan yang dulunya berada di Samprangan Gianyar
dipindahkan ke Gelgel dekat Pura Gelgel Kelungkung.
g.
Dalem Waturenggong
Setelah pemerintahan Sri Kresna Kepakisan, dilanjutkan
oleh Raja Dalem Waturenggong. Pusat pemerintahan masih di Gelgel. Pada
masa pemerintahan Dalem Waturenggong, Bali mengalami masa keemasan. Agama Hindu
berkembang dengan pesat karena aspek keagamaan ditata kembali oleh Dang
Hyang Nirartha sebagai Purohita.
Peninggalan Hindu terbesar pada jaman Dalem Waturenggong
adalah dengan ditatanya kembali Pura Besakih yang merupakan tempat
pemujaan umat Hindu di seluruh Dunia.
2.3 Peninggalan-peninggalan
Kerajaan Hindu di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Peninggalan Kerajaan Hindu
sebelum Kemerdekaan akan diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Masa Pemerintahan
Kerajaan Kutai:
-
diketemukannya Yupa sebanyak 7
buah.
b. Masa Pemerintahan Kerajaan Taruma Negara
di Jawa Barat, berupa:
-
diketemukannya
7 buah prasati batu yang disebut Saila Prasasti, yang terdiri dari:
a.
Prasasti Ciaruteun,
b.
Prasasti Tugu,
c.
Prasasti Kebon Kopi,
d.
Prasasti Pasir Awi,
e.
Prasasti Muara Cianten,
f.
Prasasti Lebak, dan
g.
Prasasti Jambu.
c.
Peninggalan Kerajaan Hindu
di Jawa Tengah, meliputi:
1.
Prasasti, yang meliputi
Prasasti Tuk Mas dan Prasasti Canggal,
2. Bangunan Suci, meliputi: Candi Prambanan
atau Candi Loro Jonggrang.
d.
Peninggalan Kerajaan Hindu
di Jawa Timur, meliputi:
1. Arca, seperti arca Garuda Wisnu, Arca Rsi
Agastya dan Patung Kepala Gajah Mada,
2.
Bangunan Suci berupa Candi
Penataran
3.
Karya Sastra, meliputi:
a.
Kakawin Bharatayuda karya Empu Sedah dan Empu Panuluh,
b. Kakawin Sutasoma karya Empu Tantular,
c. Kakawin Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
e.
Peninggalan Kerajaan Hindu di
Bali, meliputi:
1. Arca berupa perwujudan Maharsi Agastya,
2. Prasasti yaitu Prasasti Blanjong Sanur,
3.
Cap-cap kecil yang berisi
mantra-mantra Budha,
4.
Prasasti yang dikeluarkan oleh
Raja Marakata dan Anak Wungsu yang berisi sapata yang menyebutkan
Dewa-dewa Hindu dan Maharsi Agastya,
5. Bangunan Suci seperti: Pura Sad Kahyangan,
Pura Dang Kahyangan dan Pura Besakih,
6. Peninggalan berupa Candi yakni Candi
tebing yang bernama Candi Gunung Kawi.
PELAJARAN TIGA
PANCA YADNYA
Arti Panca Yadnya
Kata Panca
Yadnya terdiri dari dua kata, yaitu kata Panca dan Yadnya. Panca
berarti Lima, Yadnya berarti persembahan suci. Kata Yadnya
berasal dari Bahasa Sanskerta dari urat kata Yāj dan masuk dalam kelas
kata maskulinum yang berarti orang yang berkorban.
Jadi Panca
Yadnya berarti lima persembahan suci dengan tulus ikhlas.
Dalam
melaksanakan sebuah Yadnya hendaknya diketahui syarat-syarat Yadnya. Adapun syarat-syarat sebuah yadnya, meliputi:
a.
Harus dilandasi dengan keikhlasan
yang disertai kesucian hati,
b.
Didasari dengan cinta kasih
yang diwujudkan dengan rasa bhakti yang tulus, cinta kepada sesama, cinta
kepada binatang dan cinta kepada lingkungan,
c. Yang harus dilakukan sesuai kemampuan
agar tidak menjadi beban bgi kita,
d. Beryadnya harus dilandasi perasaan
beryadnya sebagai sebuah kewajiban.
Jenis-jenis Panca Yadnya
Sebelum
membahas jenis-jenis Panca Yadnya dan penjelasannya, akan dijelaskan terlebih
dahulu latar belakang munculnya Yadnya. Pada setiap manusia yang terlahir ke
dunia ini sudah membawa hutang yang jumlahnya tiga yang disebut Tri Rna.
Tentang Tri Rna dimuat dalam Kitab Manawa Dharmasastra VI.35, sebagai
berikut:
Rinani trinyapakritya manomok-
Se niwecayet
Anapakritya moksam tu sewama-
No wrajatyadhah
Artinya:
Kalau ia telah
membayar tiga macam hutangnya ( kepada Tuhan, kepada Leluhur dan kepada
Orangtua), hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk memcapai kebebasan
terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir itu tanpa menyelesaikan tiga
macam hutangnya akan tenggelam ke bawah.
Tiga
macam hutang yang dibawa sejak lahir, seperti:
a.
Dewa
Rna yaitu hutang kepada
para Dewa/Ida Sang Hyang Widhi karena telah menciptakan dan memberikan kita hidup,
b.
Pitra
Rna yaitu hutang kepada
Leluhur baik yang sudah meninggal maupun orangtua yang masih hidup. Kita
berhutang kepada leluhur karena Beliau telah menghidupi kita, merawat,
mendidik, mengasuh dari sejak dalam kandungan sampai menjadi manusia dewasa,
dan
c.
Rsi
Rna yaitu hutang kepada
para Resi pendahulu kita yang telah menerima wahyu Tuhan berupa Weda sehingga
kita memahami ajaran agama maupun kepada para sulinggih yang telah menyucikan
hidup kita.
Karena
adanya hutang inilah dalam ajaran agama Hindu diharapkan dapat dibayar dengan
melaksanakan Panca Yadnya. Bagian Panca Yadnya terdiri dari Dewa
Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa yadnya dan Bhuta Yadnya.
Maka Dewa
Rna dibayar dengan Dewa yadnya dan Bhuta yadnya, Pitra Rna
dibayar dengan Pitra yadnya dan Manusa yadnya, terakhir Rsi
Yadnya digunakan untuk membayar Rsi Rna.
Untuk
lebih memahami Tri Rna dan Panca Yadnya, disajikan 2 Pupuh Kumambang seperti di
bawah ini:
Pupuh Kumambang
1. Teri Rena tetiga utange sami,
Siki Dewa
Rena,
Pitra
Rena kaping kalih,
Resi
Rena nomer tiga.
2. Ngiring taur
utange punika sami,
Srana Panca Yadnya,
Ring Dewa Pitara Resi,
Ring Manusa Miwah Bhuta.
Dari
pupuh di atas dapat kita rinci bagian Panca Yadnya meliputi:
1.
Dewa
Yadnya adalah persembahan
kepada Ida Sang Hyang Widhi dan para Dewa. Yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi
dapat dilakukan setiap hari , juga dapat dilakukan dengan cara berkala. Seperti dengan melaksanakan:
e.
Tri Sandhya setiap hari,
f.
melaksanakan upacara pada hari Purnama,
Tilem, piodalan di Pura, Siwaratri, Saraswati, Galungan, Kuningan.
Tujuan melaksanakan Dewa Yadnya adalah:
g.
untuk mengucapkan terima kasih,
h. memohon agar dijauhkan dari mara bahaya,
i.
memohon pengampunan,
j.
memohon
anugrah kepada Ida Sang Hyang Widhi dan manifestasi-Nya.
2.
Pitra
yadnya adalah persembahan
kepada para leluhur dan Bhetara-bhetari. Pelaksanaan
Pitra Yadnya dapat dilakukan dengan:
a. menunjukkan prilaku yang luhur dalam kehidupan sehari-hari sebagai
wujud bakti kepada leluhur yang masih hidup,
b.
melakukan upacara
kematian terhadap leluhur yang telah meninggal dapat dilakukan dengan dua cara,
meliputi; upacara penguburan mayat dan upacara pembakaran mayat. Upacara penguburan dan pembakaran mayat
disebut dengan nama Upacara Ngaben.
Upacara Ngaben dalam pelaksanaannya
terdiri dari dua tahap yaitu:
a.
Sawa
Wedana yaitu upacara
pembakaran/penguburan badan kasar sebagai simbul atau makna mengembalikan unsur
Panca Maha Bhuta ke asalnya.
b.
Atma
Wedana yaitu upacara
pembakaran/penguburan tahap kedua yaitu pembakaran badan halus (Suksma
Sarira) yang disimbulkan dengan Sekah atau Puspa. Upacara ini
lebih dikenal dengan nama Nyekah, Mamaukur, Ngasti, Maligia dan
Ngeroras.
Tujuan Upacara Atma Wedana adalah untuk
meningkatkan status roh leluhur menjadi Dewa Hyang.
3.
Rsi
Yadnya adalah persembahan
kepada para Resi atau guru yang telah memberikan penyucian. Yang tergolong ke dalam Rsi Yadnya adalah:
a.
Upacara Eka Jati atau Mewinten yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pinandita
atau Pemangku. Tugas dan kewenangan Eka Jati seperti:
-
bertanggung
jawab pada pura dimana tempat orang di winten,
-
menyelesaikan
upacara di lingkungan masyarakat sekitar.
b. Upacara Dwi Jati atau Mediksa
yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pendeta atau sulinggih dengan
kewenangan Ngloka pala sraya yang berarti tempat bagi masyarakat untuk
memohon bantuan petunjuk agama.
Kewenangan seseorang yang sudah Dwi Jati,
adalah:
-
menyelesaikan/muput
suatu upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat,
-
memberikan
pencerahan, pembinaan tentang ajaran agama dan bagaimana mengamalkan ajaran
agama dalam kehidupan sehari-hari kepada umat,
-
berhak mendapatkan Daksina,
-
berhak
mendapatkan punia dan menerima Resi Bojana.
4.
Manusa
Yadnya adalah persembahan
untuk kesucian lahir batin Manusia. Contoh-contoh pelaksanaan yadnya yang
termasuk Manusa Yadnya, seperti:
a.
Upacara
Bayi dalam kandungan (Garbha Wadana/pagedong-gedongan).
b.
Upacara bayi baru lahir,
c.
Upacara kepus puser,
d.
Upacara
bayi berumur 42 hari (tutug kambuhan),
e.
Upacara
bayi berumur 105 hari (Nyambutin)
f.
Upacara
bayi satu oton ( otonan),
g.
Upacara
meningkat remaja ( yang laki disebut Ngraja Singa, yang wanita disebut Ngraja
Sewala),
h.
Upacara potong gigi ( matatah,
mapandes, masangih),
i.
Upacara perkawinan (wiwaha)
5.
Bhuta Yadnya adalah persembahan kepada
para Bhuta kala dan makhluk bawahan. Yang termasuk pelaksanaan Bhuta
Yadnya, seperti:
a. Upacara Mecaru,
b. Ngaturang Segehan,
c. Upacara Taur
d. Upacara Panca Wali Krama (dilaksanakan setiap 10 tahun sekali
di Pura Agung Besakih)
e. Upacara Eka Dasa Rudra (dilaksanakan setiap 100 tahun sekali
di Pura Agung Besakih).
Pelaksanaan Panca Yadnya dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam pelaksanaan sebuah Yadnya
tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya dalam melaksanakan satu Yadnya pasti yadnya yang lain dilaksanakan
juga. Contohnya kita melaksanakan Dewa Yadnya seperti odalan di Pura. Odalan di Pura termasuk Dewa Yadnya. Dalam
rangkaian upacara odalan di Pura diisi juga dengan upacara mecaru. Mecaru
adalah pelaksanaan Bhuta Yadnya.
Jadi
dalam Upacara Dewa Yadnya diisi juga dengan melaksanakan Bhuta Yadnya. Demikian juga yadnya yang lainnya.
1.
Contoh-contoh pelaksanaan Dewa yadnya dalam kehidupan sehari-hari,
seperti:
a. Melakukan Tri Sandya tiga kali dalam
sehari,
b. Selalu berdoa sebelum melakukan kegiatan,
c.
Memelihara kebersihan tempat
suci,
d. Mempelajari dan mengamalkan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari,
e. Melaksanakaan persembahyangan pada
hari-hari suci seperti Purnama, Tilem, Galungan, Kuningan, dll.
1.
Contoh-contoh
pelaksanaan Pitra Yadnya dalam kehidupan sehari-hari:
a.
Berpamitan
kepada orangtua kita sebelum berangkat kemanapun,
b.
Menghormati orangtua dan
melaksanakan perintahnya,
c.
Menuruti nasehat orangtua,
d. Membantu dengan suka rela pekerjaan yang
sedang dilakukan oleh orangtua,
e.
Merawat
orangtua yang sedang sakit, dll
2.
Contoh-contoh
pelaksanaan Rsi Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
a.
Rajin belajar,
b.
Belajar yang tekun,
c.
Menghormati Guru,
d.
Menuruti peritah guru,
e.
Mentaati dan mengamalkan
ajarannya,
f.
Memelihara kesehatan dan
kesejahteraan orang suci seperti sulinggih, pemangku, dll.
4. Contoh-contoh pelaksanaan Manusa
Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
a.
Tolong menolong antar sesama,
b. Belas kasihan terhadap orang yang menderita,
c. Saling menghormati dan menghargai sesama,
d.
Rajin merawat diri,
e.
Melaksanakan upacara untuk
meningkatkan kesucian diri, seperti; metatah, mewinten, meotonan, dll.
5. Contoh-contoh pelaksanaan Bhuta
yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
a.
Merawat dan memelihara tumbuh-tumbuhan
dengan baik,
b.
Merawat binatang peliharaan
dengan baik,
c.
Menjaga kebersihan lingkungan,
d.
Menyayangi makhluk lain, dll.
PELAJARAN
EMPAT
CATUR GURU
Arti Catur
Guru dan bagian-bagiannya
Arti Catur Guru
Catur Guru berasal dari Bahasa Sanskerta dari kata Catur
yang sama artinya dengan kata Catus dan Cadhu yang berarti empat.
Sedangkan kata Guru berasal dari
dua suku kata Sanskerta yaitu Gu dan Ru yang merupakan
kependekan dari kata Gunatitha
yang berarti tidak terbelenggu oleh materi. Ru kependekan dari kata Rupavarjitha
yang artinya mampu mengubah (menyebrangkan) orang lain dari lautan sengsara (
Menurut Satguru Sathya Narayana). Guru juga berarti orang yang digugu
dan ditiru ( Menurut Ki Hajar Dewantara ).
Jadi Catur Guru berarti empat Guru
yang harus dihormati di dalam mencari kesucian serta keutamaan hidup.
Bagian-bagian
Catur Guru
Yang termasuk dalam bagian-bagian Catur Guru, adalah:
a.
Guru
Rupaka atau Guru Reka
adalah orangtua kita,
b.
Guru
Pengajian adalah guru
yang mengajar di sekolah,
c.
Guru Wisesa adalah pemerintah,
d.
Guru Swadhyaya adalah Ida Sang Hyang Widhi.
A. Guru Rupaka adalah orangtua kita. Disebut guru Rupaka karena
Beliau yang ngerupaka atau ngereka dari tidak ada menjadi ada.
Orangtua kita sesungguhnya sangat besar jasanya bagi kita. Karena saking
besarnya jasa orangtua rasanya seribu kali kelahiranpun belum bisa kita akan
membayar hutang kepada orangtua. Secara
umum orangtua kita memiliki 5 jasa kepada kita yang disebut Panca Widha.
Panca Widha adalah lima
jasa orangtua yang terdiri dari:
1.
Ametwaken
artinya berjasa telah
melahirkan kita,
2.
Matulung
Urip artinya orangtua
kita berjasa telah menolong jiwa dari bahaya,
3.
Maweh
Bhinojana artinya
orangtua kita sudah berjasa karena telah memberi makan dan minum,
4.
Anyangaskara artinya orangtua kita telah berjasa
dengan mengupacarai dengan upacara Manusa Yadnya, dan
5.
Mangupadhyaya artinya orangtua kita telah berjasa
karena telah mendidik dan mengajar dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak
tahu menjadi tahu. Sehingga orangtua kita adalah
pendidik yang pertama dan utama.
B. Guru Pengajian berarti guru yang telah memberikan pelajaran di
sekolah. Yang termasuk Guru Pengajian adalah; Guru TK, Guru SD, Guru SMP, Guru
SMA, Dosen, Kepala Sekolah, Rektor. Guru Pengajian
mengajari kita cara membaca, menulis, berhitung dan lain-lain.
C. Guru Wisesa adalah Pemerintah. Disebut
Guru Wisesa karena Guru itulah yang ngawisesa atau memerintah, melayani,
menciptakan ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Yang termasuk dalam
golongan Guru Wisesa, seperti:
a.
Polisi,
b.
Satpol PP,
c. Angkatan Darat, angkatan Laut, Angkatan
Udara,
d.
Kelian Banjar Dinas/Adat,
e.
Perbekel/Kepala Desa/Lurah,
f.
Camat,
g.
Bupati,
h.
Gubernur,
i.
Presiden,
j.
DPR,
k.
MPR,
l.
DPD,
m.
Para Menteri, dll
D. Guru Swadhyaya adalah Ida Sang Hyang
Widhi. Ida Sang Hyang Widhi yang menciptakan segala isi dunia ini dengan penuh
kasih sayang. Tuhan yang menciptakan keindahan alam, laut, sungai, gunung,
bulan, bintang dan planet-planetnya.
Contoh-contoh
Sikap Bhakti kepada Catur Guru
1.
Contoh-contoh sikap Bhakti
kepada Guru Rupaka, seperti:
a.
Merapikan tempat tidur,
b.
Menyapu lantai dan halaman,
c.
Membantu Ibu mencuci piring,
d.
Berpakaian sendiri,
e. Berpamitan kepada orangtua kita akan
berangkat kemanapun,
f.
Menuruti perintah dan nasehat
orangtua, dll
2.
Contoh-contoh sikap Bhakti
kepada Guru Pengajian, seperti:
a.
Belajar dengan tekun,
b.
Tidak menyia-nyiakan waktu,
c.
Patuh terhadap nasehat guru,
d. Tidak melanggar perintah dan peraturan
sekolah,
3.
Contoh-contoh sikap Bhakti
kepada Guru Wisesa, seperti:
a. Rela berkorban demi kepentingan Negara,
b.
Taat membayar pajak,
c.
Menghormati jasa-jasa pahlawan,
d.
Tidak korupsi,
e.
Mematuhi peraturan lalu lintas,
dll
4.
Contoh-contoh sikap Bhakti
kepada Guru Dwadhyaya, seperti:
a. Melaksanakan Puja Tri Sandhya dengan
tertib dan benar,
b.
Rajin berdoa,
c.
Rajin melaksanakan Japa,
d.
Meyakini keberadaan Ida Sang
Hyang Widhi, dll
PELAJARAN
LIMA
ALAM SEMESTA
Unsur-unsur Bhuana Agung dan Bhuana Alit
Unsur-unsur Bhuana Agung
Bhuana Agung disebut juga dengan Macrocosmos,
jagat raya, alam semesta atau alam besar yang kita muliakan karena keluhuran
dan kemampuannya memberikan kehidupan kepada semua makhluk tanpa
henti-hentinya.
Terjadinya Bhuana Agung
diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi pada waktu Sresti atau penciptaan,
dan masa Sresti disebut Brahma Dewa yaitu siang hari Brahma. Dan
segala yang diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi di Bhuana Agung ini akan
kembali/lebur disebut dengan istilah Pralaya (kiamat), masa Pralaya disebut
Brahma Nakta atau malam hari Brahman.
Satu lingkar dari Pencitaan
(Utpti), pemeliharaan ( Sthiti) dan Peleburan (Pralina) dari
alam semesta atau Bhuana Agung disebut Akalpa yaitu sehari dan semalam
Brahman disebut Brahman Kalpa.
Proses
terciptanya Bhuana Agung diawali ketika dunia ini belum ada apa-apa, yang ada
hanyalah Ida Sang Hyang Widhi dalam wujud Nirguna Brahman, artinya Tuhan
dalam wujud sepi, kosong, sunyi dan hampa. Kemudian Ida Sang Hyang Widhi
menjadikan dirinya sendiri menjadi Saguna Brahman. Artinya Tuhan sudah
mulai beraktifitas. Selanjutnya Tuhan menciptakan dua unsur yaitu Purusa
dan Prakerti atau unsur Cetana
dan Acetana.
Unsur Purusa atau Cetana
adalah unsur dasar yang bersifat kejiwaan, sedangkan unsur Prakerti atau
Acetana adalah unsur dasar yang bersifat kebendaan. Unsur Prakerti memiliki
Tiga Guna yang disebut Tri Guna, yang terdiri dari:
a. Satwam yaitu sifat dasar terang, bijaksana,
b. Rajas adalah sifat dasar aktif, dinamis dan rajin,
c. Tamas adalah sifat dasar berat, malas dan lamban.
Dengan adanya Tri Guna pada
Bhuana Agung yang didominasi oleh unsur Sattwam menyebabkan lahirnya Mahat
yang berarti Maha Agung.
Dengan adanya Mahat di
Bhuana Agung melahirkan Budhi
yaitu benih kejiwaan tertinggi yang berfungsi untuk menentukan keputusan. Budhi
melahirkan Ahamkara yaitu asas individu, ego, yang berfungsi untuk
merasakan. Selanjutnya Ahamkara melahirkan Manas yaitu alam pikiran
yang gunanya untuk berpikir.
Setelah lahirnya Manas
lahirlah Panca Tan Matra yaitu lima benih unsur yang sangat halus, yang
terdiri atas:
a. Sabda Tan Matra; benih suara,
b. Rupa Tan Matra; benih warna,
c.
Rasa Tan Matra; benih rasa,
d. Gandha Tan Matra; benih bau,
e.
Sparsa Tan Matra; benih sentuhan/peraba.
Dari Panca tan Matra berevolusi menjadi unsur
dasar yang besar berjumlah lima unsur disebut Panca Maha Bhuta, yang
terdiri dari:
a.
Pretiwi atau unsur padat yang timbul dari kelima unsur Tan Matra
b.
Apah atau unsur cair yang timbul dari Sabda, Rupa dan Rasa Tan Matra,
c.
Teja atau unsur panas ditimbulkan oleh Sabda
dan Rupa Tan Matra,
d.
Bayu atau hawa ditimbulkan oleh Sabda dan
Sparsa Tan Matra,
e.
Akasa/Ether ditimbulkan oleh unsur Sabda dan Sparsa
Tan Matra.
Dengan
munculnya Panca Maha Bhuta berkembanglah menjadi Bhuana Agung
dengan segala isinya seperti; matahari, bumi, bulan, planet-planet yang ada di
jagat raya ini. Sehingga Dunia ini adalah Brahmanda atau telurnya Ida
Sang Hyang
Unsur - Unsur Bhuana Alit
Bhuana alit berarti
alam kecil atau dunia kecil. Yang termasuk Bhuana Alit adalah tubuh manusia,
hewan dan tumbuhan. Manusia merupakan bentuk dari Bhuana Alit adalah makhluk
yang tertinggi karena manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Kelebihan manusia adalah memiliki Tri
Premana, yaitu:
a.
Bayu; tenaga,
b.
Sabda; suara
c.
Idep; pikiran /akal.
Bhuana Alit atau tubuh manusia,
tumbuhan dan binatang terbentuk sama seperti Bhuana Agung yaitu pertemuan
antara Purusa dengan Prakerti atau Cetana dengan Acetana. Unsur Purusa atau
Cetana akan membentuk Jiwatman, sedangkan unsur Prakerti atau Acetana
akan membentuk badan manusia.
Dalam
Jiwa dan badan manusia terdapat alat batin manusia yang menentukan watak atau
karakter seseorang. Tiga alat batin itu bernama Tri Antah Karana yang
terdiri atas:
a. Budhi berfungsi untuk menentukan keputusan,
b.
Manas berfungsi untuk berpikir, dan
c. Ahamkara fungsinya untuk merasakan dan bertindak.
Setelah
bertemunya Purusa dengan Prakerti ditambah denga Tri Antah Karana, disusul pula
dengan masuknya unsur Panca Tan Matra yang akan menjadi Indria penilai yang
disebut Panca Bhudindria, yaitu:
a.
Sabda Tan Matra menjadi Srotendria yaitu indria yang terletak di telinga,
b. Sparsa Tan Matra menjadi Twak indria yaitu indria yang
terletak di kulit,
c. Rupa Tan Matra menjadi Caksu indria yaitu indria yang
terletak di mata,
d. Rasa Tan Matra menjadi Jihwendria yaitu indria yang
terletak pada lidah, dan
e. Gandha Tan Matra menjadi Ghranendria yaitu indria yang
terletak di kulit.
Selanjutnya
Panca Tan Matra berkembang menjadi Panca Maha Bhuta sehingga
menjadi unsur pembentuk tubuh atau jasmani manusia, dengan rincian sebagai
berikut:
a. Pertiwi menjadi segala yang bersifat padat dalam tubuh
manusia seperti: tulang, otot, daging, kuku dan sebagainya,
b. Apah menjadi segala yang cair pada tubuh manusia,
seperti: keringat, darah, lendir, air kencing, air liur, ludah,dll
c. Teja menjadi panas/suhu dalam tubuh,
d. Bayu akan menjadi udara dalam badan yang disebut Prana
seperti pernafasan, dan
e. Akasa akan menjadi rongga-rongga dalam tubuh manusia,
seperti: rongga mulut, rongga hidung, rongga dada dan rongga perut
Persamaan dan Perbedaan Bhuana Agung dan Bhuana
Alit
Pada
hakekatnya antara Bhuana Agung dengan
Bhuana Alit adalah sama, namun setelah menjadi bentuk,
fungsi dan pengaruhnya pada kedua alam tersebut ia memiliki perbedaan-perbedaan.
Persamaan Bhuana Agung dengan Bhuana Alit
Dalam
proses pembentukannya adalah sama yaitu melalui proses bertingkat yaitu; 1)
Ida Sang Hyang Widhi, 2). Purusa, 3). Prakerti, 4). Budhi, 5). Ahamkara, 6).
Sabda, 7). Sparsa, 8). Rupa, 9). Rasa, 10). Gandha, 11). Manah,
12). Akasa, 13). Bayu, 14). Teja,
15). Apah, dan 19). Pertiwi.
Karena
proses terjadinya sama maka unsur-unsur dasar tersebut ada pada Bhuana
Agung dan Bhuana Alit.
Untuk
lebih jelasnya, di bawah ini disajikan persamaan Bhuana Agung dengan Bhuana
Alit dalam bentuk tabel, sebagai berikut:
No
|
Unsur
dasar
|
Bhuana
Agung
|
Bhuana
Alit
|
1
|
Pertiwi/unsur padat
|
ada
|
ada
|
2
|
Apah/unsur cair
|
ada
|
ada
|
3
|
Teja/unsure panas
|
ada
|
ada
|
4
|
Bayu/udara
|
ada
|
ada
|
5
|
Akasa/ether/kosong
|
ada
|
ada
|
6
|
Gandha/bau
|
ada
|
ada
|
7
|
Rasa/rasa
|
ada
|
ada
|
8
|
Rupa/bentuk
|
ada
|
ada
|
9
|
Sparsa/sentuhan
|
ada
|
ada
|
10
|
Sabda/suara
|
ada
|
ada
|
11
|
Purusa
|
ada
|
ada
|
Perbedaan Bhuana Agung dengan Bhuana Alit
Perbedaan
antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit terletak pada fungsinya atau
kegunaannya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel di bawah
ini:
NO
|
UNSUR DASAR
|
BHUANA AGUNG
|
BHUANA ALIT
|
PERBEDAAN
|
|||
1
|
Pertiwi |
Berwujud Tanah, dan bebatuan, logam,dll
|
Berwujud tulang, daging, otot
|
2
|
Apah
|
Berwujud air
|
Berwujud darah, air liur, air kencing,
enzim, keringat,dll
|
3
|
Teja
|
Berwujud api,
sinar matahari, panas bumi
|
Berwujud suhu tubuh
|
4
|
Bayu
|
Berbentuk angin, udara, gas
|
Berwujud Prana dan Nafas
|
5
|
Akasa
|
Berwujud luar angkasa
|
Berwujud rongga tubuh
|
6
|
Gandha
|
Berwujud bau
|
Berwujud indra pencium
|
7
|
Rupa
|
Berwujud warna, bayangan, bentuk
|
Berwujud indra penglihatan
|
8
|
Rasa
|
Berwujud rasa
|
Berwujud Indra Pengecap
|
9
|
Sparsa
|
Berwujud sentuhan
|
Berwujud indra Perasa
|
10
|
Sabda
|
Berwujud suara
|
Berwujud indra pendengar
|
11
|
Prakerti
|
-
|
Didukung oleh 5
indra pekerja/Panca Karmendria
|
12
|
Manah
|
-
|
Berwujud akal pikiran
|
13
|
Ahamkara
|
-
|
Berwujud
perabaan sifat antara benda satu dengan yang lain berwujud sifat ego
|
14
|
Budhi
|
Berwujud Rta
|
Berwujud kebijaksanaan
|
15
|
Purusa
|
Berwujud jiwa
alam yang absolut
|
Berwujud jiwatma
|
Peranan dan fungsi Panca Maha Bhuta dalam
pembentukan serta kehidupan Bhuana Agung dan Bhuana Alit
Panca Maha Bhuta mempunyai peran yang penting dalam pembentukan Bhuana Agung dan
Bhuana Alit, karena proses pembentukannya menimbulkan Panca Tan Matra dan Panca
Maha Bhuta sehingga terciptalah Bhuana Agung dan Bhuana Alit dengan sifat-sifat
atau keadaan yang sama.
Adapun Peranan dan Fungsi
Panca Maha Bhuta adalah:
a.
Segala
yang padat pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit terjadi dari Pertiwi. Di Bhuana
Agung menjadi tanah sebagai tempat makhluk hidup sedangkan di Bhuana Alit
menjadi tulang sebagai rangka dan sebagai pelindung organ-organ tubuh yang
penting,
b.
Segala
yang cair pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit tercipta dari Apah. Di Bhuana Agung
menjadi air, sebagai sumber kehidupan makhluk hidup, sedangkan di Bhuana Alit
menjadi darah yang berfungsi membawa sari-sari makanan ke seluruh tubuh,
c.
Segala
yang kosong pada alam dan ronga-rongga pada tubuh manusia terjadi dari unsur
Akasa. Di Bhuana Agung menjadi ruang angkasa sebagai tempat planet-planet
beredar, sedangkan di Bhuana Alit menjadi rongga-rongga yang berfungsi untuk
keluar masuknya udara, seperti rongga hidung
d.
Segala
angin, hawa dan gas pada alam semesta di Bhuana Agung menjadi udara yang sangat
diperlukan oleh setiap makhluk untuk pernafasan, sedangkan di Bhuana Alit
menjadi nafas dan akan mati bila tidak bernafas,
Segala
yang becahaya dan panas pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit terjadi dari Teja. Di
Bhuana Agung menjadi panas/sinar matahari yang sangat dibutuhkan oleh setiap
makhluk.
sumber; senaya web. id