Keterampilan Dasar Sederhana dalam Menangani Siswa Bermasalah
PEMBAHASAN
Keterampilan Dasar Sederhana dalam
Menangani Siswa Bermasalah
A. Defeinisi Keterampilan
Secara
sederhana keterampilan adalah "kecakapan untuk menyelelesaikan tugas".
Secara khusus adalah kelebihan atau kecakapan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mampu menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitasnya dalam mengerjakan
atau menyelesaikan sesuatu. sumber lain mengatakan keterampilan yaitu kemampuan
seseorang untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitasnya dalam
mengerjakan, mengubah, menyelesaikan ataupun membuat sesuatu menjadi lebih
bermakna sehngga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut.
B. Latar Belakang Siswa Bermasalah
Bahwa
dalam suatu sekolah terdapat anak didik yang berprestasi tinggi dan anak didik
yang berprestasi rendah. Namun disisi lain dari kedua fenomena diatas adalah
adanya siswa sampai individu yang nakal, malas, serta masih banyak
fenomena-fenomena yang terjadi pada.diri anak didik sebagai individu yang
tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan individu telah menghiasi
perilaku hidup dan kehidupannya, bahkan sampai terbawa kepada proses belajar
mengajar di sekolah.
Akibatnya
lahir sejumlah anak-anak yang bermasalah, yang bila tidak ditangani dengan
baik, maka akan menimbulkan dampak negative bagi diri, lingkungan dan masa
depannya sendiri. Adalah figur seorang guru yang dimana dalam kesehariannya
berhadapan dengan para siswa, tentu hal seperti ini biasa terlupakan atau luput
dari perhatian mereka. Hal ini dapat dimaklumi karena guru itu sendiri hanya
mengejar target kurikulum, adapun daya serap biasanya dibuat diatas meja bagi
sebagian personil guru tersebut.
Disisi
lain, siswa bermasalah bisa dipacu prestasi belajarnya bila mereka dengan cepat
teridentifikasi dan ditindaklanjuti. Bukan sekedar diketahui individu tertentu
mengalami prestasi yang tidak maksimal, kemudian tidak dengan segera dicari
penyebabnya. telah diketahui bahwa siswa yang bermasalah memiliki cakupan
definisi yang sangat luas, bahwa batasan siswa bermasalah terbagi atas
tiga bagian besar yang saling berkaitan, yaitu : a. Siswa malas b. Siswa nakal
c. Siswa bodoh (berprestasi dibawah rata-rata kelas).
Selain itu,terdapat 2
faktor yang menyebabkan siswa bermasalah yaitu :
1.Faktor Intrinsik
(dalam diri anak sendiri)
- Kurangnya waktu yang disediakan untuk bermain
- kelelahan dalam beraktifitas (misal, terlalu banyak bermain)
- sedang sakit
- sedang sedih (misal, bertengkar dengan teman sekolah)
2. Faktor
ekstrinsik
- Sikap orang tua yang tidak memperhatikan anak dalam belajar atau sebaliknya. Banyak orang tua yang menuntut anak belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan atas dasar kesadaran dan tanggung jawab anak selaku pelajar.
- Sedang punya masalah di rumah
- Bermasalah disekolah (phobia sekolah, sehingga apapun yang berhubungan dengan sekolah jadi enggan untuk dikerjakan).
- Tidak mempunyai sarana yang menunjang belajar (misal tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku pejunjang, dan penerangan yang bagus, alat tulis, buku, dan sebagainya)
Suasana rumah penuh
dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara ynag
pengap. Selain itu tersedianya fasilitas permainan ynag berlebihan di rumah
juga dapat mengganggu minat belajar anak, mulai dari radio, tape, VCD, DVD,
atau komputer dan Plays Stations.
C. KEMAMPUAN BEREMPATI
Kemampuan
adalah kesanggupan, kekuatan, kekuasaan atau kebolehan untuk melakukan sesuatu
(Salim, 1991). Berdasarkan Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2005)
kemampuan atau ability adalah kecakapan, ketangkasan, bakat,
kesanggupan. Selain itu kemampuan juga merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk
melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak
lahir, atau merupakan hasil latihan/praktik.
Empati
adalah suatu kepribadian yang ikut merasa dan berpikir ke dalam kepribadian
lain sehingga tercapai suatu keadaan identifikasi (May, 1997). Menurut Chaplin
(2005), empati adalah pemroyeksian perasaan sendiri pada satu kejadian, satu
objek alami, atau satu karya estetis. Selain itu empati juga merupakan
realisasi dan pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan penderitaan pribadi
lain.
Empati
sebagai sebuah proses dimana kita seolah-olah mengalami sendiri apa yang
dialami oleh orang lain (Feshbach, 1978; Hoffman, 1985, dalam Strayer &
Roberts, 1997). Davis (1983) menyatakan bahwa empati merupakan suatu reaksi
atau respon individu pada saat ia mengamati pengalaman-pengalaman orang lain.
Davis
(1983) secara global ada 2 komponen dalam empati, yaitu komponen kognitif dan
komponen afektif yang masing – masing mempunyai 2 aspek, yaitu: Aspek kognitif
terdiri dari Perspective Taking (PT) atau Pengambilan Perspektif dan Fantasy
(FS) atau Fantasi, sedangkan komponen afektif meliputi aspek Emphatic
Concern (EC) atau Perhatian Empatik dan Personal Distress (PD) atau
Distress Pribadi.
Berdasarkan
definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa empati adalah keasnggupan
seseorang untuk mengalami pengalaman perasaan yang berorientasi pada orang lain
yang mungkin sama dengan orang lain tetapi tidak harus identik, berasal dari
keprihatinan terhadap keadaan emosional dan kondisinya dan menerima sudut
pandang orang lain.
D. SIKAP DAN EMPATI GURU TERHADAP SISWA
·
Sikap Guru Terhadap Siswa
Sebagai
guru hendaknya memiliki sikap, sebagai berikut :
a. Memiliki
sikap jujur
Jujur
diartikan sebagai mengatakan sesuatu yang sebenar-benarnya. Memiliki sikap
terbuka. Keterbukaan mengandung makna bahwa seseorang hendaknya menunjukan
keterbukaan kepada orang lain. Keterbukaan diri seorang guru dan siswa dapat
memperlancar timbulnya suasana saling mempercayai.
b. Berfikir
positif
Berfikir
positif merupakan satu kesatuan cara berfikir sehat yang menyeluruh sifatnya,
karena mengandung gerak maju yang penuh dengan daya cipta terhadap unsur-unsur
yang nyata dalam kehidupan manusia.
c. Memiliki
Rasa Empati
Empati
merupakan kekuatan untuk mengerti pikiran dan perasaan orang lain. Empati ini
sebagai cara yang pokok kearah pemahaman dari orang lain. Jika seseorang
memasuki kerangka berfikir (cara berfikir) orang lain, menempatkan dirinya
kedalam dunia orang lain, maka dapat dikatakan orang tersebut telah mengadakan
empati kepada orang lain.
d. Berfikir
Hangat
Kehangatan
merupakan suatu suasana penuh persahabatan dan penuh perhatian yang ditunjukkan
dengan ekspresi non verbal, seperti senyum , kontak mata, dan berbagai ekspresi
non verbal lainnya yang menunjukkan adanya
perhatian kepada orang lain.
e. Bersikap
Peduli
Kepedulian
merupakan istilah yang amat dekat dengan kehangatan, tetapi memiliki tingkat
emosional yang lebih mendalam. Jadi pada aspek ini seorang pembimbing dituntut
mampu menunjukkan ekspresi non verbal kepada siswa yang dapat menumbuhkan rasa
aman, tenteram, penuh kekeluargaan, sehingga siswa merasa betah dengan guru.
f. Dapat
dipercaya
Guru
adalah model, teladan bagi para siswanya. Karena itu guru harus dapat
dipercaya oleh murid-muridnya. Guru dapat ditiru dan digugu. Segala
ucapan dan tindakan guru menjadi perhatian oleh siswa. Perhatian ini akan
menimbulkan sikap percaya atau tidak percaya oleh siswa. Kejujuran menjadi hal
utama untuk menimbulkan kepercayaan siswa pada guru.
g. Sikap
rendah hati
Sikap
rendah hati yaitu sikap yang mampu menerima kritik serta saran dari orang lain.
Tidak menyombongkan diri adalah sikap yang mencerminkan rendah hati.
h. Ramah
Sikap
ramah ( tidak berpura-pura) menjadi modal penting bagi guru. Ramah adalah sikap
suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan, baik hati, menarik budi
bahasanya dan suka bercakap-cakap.
i.
Sabar
Sabar
adalah "sikap yang tahan menghadapi percobaan ( tidak lekas marah,
tidak lekas putus asa, tidak cepat patah hati, tidak tergesa-gesa, tidak
terburu nafsu, bersikap tenang ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1988:763).
j.
Pribadi yang menarik
Guru
pasti berhadapan dengan banyak siswa. Diantara siswa yang dilayani memiliki
karakter yang beragam. Agar dapat memuaskan semua siswa yang dilayani, guru
dalam perannya hendaknya memiliki kepribadian yang menarik. Indikator
kepribadian yang menarik adalah, luwes (tidak kaku), simpatik, empatik, peka,
memiliki kepedulian yang tinggi.
Anak
didik senang dengan sikap dan perilaku yang baik yang diperlihatkan oleh guru.
Seperti dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (1994: 61), Freud W, Hart telah
melakukan penelitian terhadap 3.725 orang anak didik HIG HTS School di Amerika
Serikat. Dari hasil penelitiannya itu, dia menyimpulkan dengan mengemukakan
sepuluh sikap yang baik dan disenangi siswa adalah sebagai berikut :
·
Suka menolong pekerjaan sekolah dan
menerangkan pelajaran dengan jelas dan mendalam serta menggunakan contoh-contoh
yang baik dalam mengajar.
·
Periang dan gembira, memiliki perasaan
humor dan suka menerima lelucon atas dirinya.
·
Bersikap bersahabat, merasa sebagai
seorang anggota dalam kelompok kelas.
·
Menaruh perhatian dan memahami anak
didiknya.
·
Berusaha agar pekerjaan menarik, dapat
membangkitkan keinginan-keinginan bekerja sama dengan anak didik.
·
Tegas, sanggup menguasai kelas dan dapat
membangkitkan rasa hormat pada anak didik.
·
Tidak ada yang lebih disenangi, tak
pilih kasih, dan tak ada anak emas atau anak tiri.
·
Tidak suka mengomel, mencela, dan
sarkastis.
·
Anak didik benar-benar merasakan bahwa
ia mendapatkan sesuatu dari guru.
·
Mempunyai pribadi yang dapat diambil
contoh dari pihak anak didik dan masyarakat lingkungannya.
Empati
Guru Terhadap Siswa
Empati
guru terhadap siswa berkaitan dengan banyak hal, seperti pikiran,
kepercayaan, dan keinginan guru berhubungan dengan perasaan siswanya. Guru yang
berempati akan mampu mengetahui pikiran dan keadaan jiwa atau suasana
hati (mood) siswanya. Karenanya, empati sering dianggap
sebagai semacam resonansi perasaan. Dari perspektif lain dapat dirumuskan
definisi seperti berikut ini. Pertama, empati
adalah kemampuan guru menyelami perasaan siswanya tanpa harus tenggelam
ke dalam diri siswa itu.Kedua, empati adalah kemampuan guru
mendengarkan perasaan siswanya tanpa harus larut pada kondisi
siswanya. Ketiga, empati adalah kemampuan guru melakukan
respon atas keinginan siswanya yang tidak terucap.
Contoh
Merespon Dengan Empati :
· Saya
paham keyakinan Anda dan saya akan membantu memperlancar Anda
mewujudkannya, meski saya berbeda pendapat dalam hal itu.
· Saya
ikut merasakan keluhan Anda atas rencana penerapan pendekatanberprestasi dalam
penggajian. Ketika Anda berusaha menolaknya, saya akan ikut berargumentasi,
namun kalau Anda ada sendiri mengalami kesulitan mengikuti kebijakan itu, saya
pun akan membantu Anda menjelaskannya.
E.
KETERAMPILAN
MENDEENGARKAN SECARA AKTIF
Mendengarkan adalah, mengungkapkan pengertian dari mendengar yaitu suatu
proses menangkap, memahami dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang
didengarnya atau sesuatu yang di dikatakan kepadanya. Dalam konsep tersebut
terdapat tiga tahapan proses mendengarkan. Ketiga tahapan proses mendengarkan
itu adalah sebagai berikut:
Ø Tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang
didengarnya atau sesuatu yang dikatakan ole orang lain kepadanya
Ø Tahap memahami dengan sebaik-baiknya apa yang
didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
Ø Tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya
atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
Dalam
sesi konseling yang baik pastilah terjadi dialog yang cair antara konselor
dengan konseli, dan ini akan terjadi jika konselor memiliki keterampilan
mendengarkan aktif, keterampilan dasar yang harus dikuasi konselor.
Mendengarkan aktif (active listening) berbeda dengan mendengar (hearing).
Mendengarkan aktif merupakan sebuah proses yang kompleks, melibatkan semua
panca indera dan bagian-bagian tubuh lain secara aktif sehingga pesan yang
disampaikan menjadi bermakna. Sedangkan mendengar merupakan respon fisiologis
saat menerima stimulus yang berupa suara dengan indera pendengar.
Mendengarkan
aktif berarti konselor menaruh minat pada persoalan konseli, dan peduli dengan
apa yang dipikirkan atau dirasakannya. Konselor menganggap konseli adalah
penting dan berharga, tanpa menghakimi atau menilai. Konselor berusaha
memahami, memaafkan dan menerima sudut pandang konseli, namun tidak berarti
konselor menyetujui pendapat konseli. Mendengarkan aktif akan membantu konselor
dan konseli memahami mengenai apa yang terjadi, karena dalam kondisi
bermasalah, konseli tidak selalu dapat berfikir jernih.
Mendengarkan
aktif dapat meningkatkan hubungan interpersonal antara konselor dengan konseli
menjadi lebih rileks, bebas, dan akrab. Mendorong konseli berbicara dengan
bebas, meluapkan emosi, menurunkan ketegangan, kemarahan, agresi , frustasi
yang dialami tersalurkan. Pada akhirnya akan membuat pikiran konseli menjadi
lebih jernih, sehingga dapat memahami dirinya dan persoalan yang dihadapinya
dengan lebih baik dan realistik.
Dalam
mendengarkan aktif, terjadi tiga proses yang berjalan bersamaan, 1) mengamati,
yaitu memperhatikan dengan seksama pesan verbal dan non verbal yang nampak
maupun tersembunyi, 2) memahami, yaitu menganalisa dan menerima apa
yang dirasakan dan dialami konseli, 3) menanggapi, yaitu memberikan
umpan balik secara verbal dan non verbal dengan tepat yang menunjukkan bahwa
konselor mendengarkan dengan baik dan memahami “pesan” yang disampaikan
konselor.
Ada 6 unsur
mendengarkan secara aktif yaitu
1.
Hearing
2.
Understanding
3.
Remembering
4.
Interpreting
5.
evaluating
Ada beberapa keterampilan yang perlu dikuasai
- Restating (menyatakan kembali) yaitu mengulang kembali apa yang dikatakan murid, secara lebih sederhana, jelas, dan singkat dengan menggunakan kata-kata Anda sendiri. Tujuan: menunjukkan atensi (perhatian), mengecek sama atau tidak penangkapan antara apa yang disampaikan murid dengan yang diterima guru, serta mendorong agar murid lebih banyak mengungkapkan cerita selanjutnya. Misalnya:
·
“Baiklah, bila tidak salah tangkap, tadi
Mbak menjelaskan bahwa setiap hari Ayah dan Ibu bertengkar hebat ya…”
·
“Mbak sulit tidur, mimpi buruk, dan
mengigau ya…”
- Summaring ( menyarikan) yaitu menyusun rangkuman dari fakta dan potongan-potongan informasi dari permasalahan untuk mengecek sama tidaknya pengertian antara guru dengan murid. Misalnya:
·
“Kedengarannya seolah-olah Mbak tidak
percaya dengan saudara-saudara kandung Mbak. Benarkah demikian?”
·
“Sepertinya Mbak ingin agar mereka
mengetahui apa yang diharapkan Mbak.”
- Memberikan dorongan psikologis dengan cepat dan singkat (minimal encourages) yaitu secara cepat-singkat-pendek memberikan tanda positif bahwa guru mengikuti pembicaraan bisa dengan ucapan, dan gerak tubuh. Gerak tubuh dengan mengangguk-angguk. Sedangkan ucapan, misalnya: Umm-hmm; Oh ya?; Saya mengerti; Lalu; Kemudian; Selanjutnya bagaimana?; Dan?; Terus?; dst.
- Merefleksikan (reflecting) yaitu bukan hanya mengulang apa yang disampaikan murid, tetapi memberikan pernyataan dengan bahasa sendiri mengenai perasaan murid tentang sesuatu. Misalnya:
·
“Nampaknya ini sangat mengganggu Mbak.”
·
“Sepertinya hal ini menjadi sesuatu yang
sangat penting bagi Mbak.”
- Memberikan umpan balik (giving feedback) yaitu menunjukkan pada murid apa yang guru fikirkan pada saat itu. Sampaikan informasi, pengamatan, insight, dan pengalaman yang terkait dengan situasi saat itu. Lalu dengar baik-baik untuk mengonfirmasi yang sebenarnya terjadi pada murid. Misalnya:
·
“Saya merasa, Mbak tegang sekali saat
ini, betulkan demikian?”
·
“Mbak sepertinya ragu-ragu dengan apa
yang akan diceritakan, benarkah demikian?
- Melabeli emosi. Yaitu, memberikan penamaan mengenai apa yang dirasakan siswa. Misalnya;
·
“Ini namanya Trauma mbak”
·
“Saya kira apa yang dialami Mbak adalah
depresi yaitu stres yang berkepanjangan dan tidak segera diatasi.”
- Menggali informasi. yaitu menanyakan sesuatu pada murid untuk lebih dalam dapat memahami akar persoalan dan mendapatkan informasi yang berguna. Misalnya:
·
“Menurut Mbak, apa yang terjadi kalau
Mbak melakukan…..”
·
“Jika kondisinya menjadi demikian…,
kira-kira apa yang akan dilakukan Mbak?”
- Memberikan validasi. Yaitu memberikan pengakuan atau penghargaan terhadap masalah, hal-hal yang dibicarakan, dan perasaan-perasaan murid yang telah disampaikan dengan mendengarkan secara empatis. Misalnya:
·
“Saya senang, Mbak bersedia
mengungkapkan hal yang sulit untuk dibagi dengan orang lain…”
·
“Saya sangat bangga bisa menjadi teman
Mbak untuk berbagi pengalaman yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan…”
- Diam efektif. Yaitu sengaja berhenti sementara untuk mengesankan bahwa akan ada suatu hal penting yang akan disampaikan. Misalnya ;
·
“Mbak perlu tahu bahwa…..(pause)….hal
yang Mbak lakukan itu salah... ”
- Memberikan pesan dan mengarahkan kembali.
Ada
beberapa hal yang seringkali tanpa disadari guru melakukan hal-hal yang membuat
murid “kapok‟ tidak mau bicara atau bercerita lebih jauh lagi. Berikut adalah
penghambat komunikasi (communication blockers) yang perlu dihindari guru dalam
membantu murid-muridnya. Penghambat ini dapat menghentikan komunikasi yang
tengah berlangsung.
- Pertanyaan “mengapa”. Pertanyaan ini membuat murud bersikap defensif.
- Memberikan penyelesaian secara cepat. Misalnya, “jangan khawatir tentang itu”, “itu sih hal biasa” . Padahal murid sedang mengkhawatirkan hal tersebut. Akibatnya murid terhenti karena menceritakan kekhawatiran tersebut adalah hal yang “bodoh‟.
- Menasihati (advising) pada saat yang kurang tepat. Nasihat kadang dibutuhkan murid, terutama ketika mereka bertanya apa yang sebaiknya dilakukan atau diputuskan. Tetapi jika nasihat itu lahir atas inisiatif guru tanpa pertimbangan yang tepat, maka hal ini menimbulkan blocking (berhenti).
- Menggali informasi dan memaksa murid menceritakan sesuatu yang mereka tidak mau mengungkapkannya.
- Memberi label negatif pada murid. Misalnya; “Malang sekali dikau ini Mbak.” “Menyedihkan sekali Mbak ini nasibnya.”
- Terkesan menceramahi.
- Memotong pembicaraan. Karena hal ini menunjuanguru tidak berminat dengan curhatan murid.
F.
BEKERJASAMA
DENGAN GURU PEMBIMBING ALAM MENANGANI MASALAH SISWA.
Tugas dan tanggung jawab
seorang guru sebagai pendidik adalah mendidik sekaligus mengajar, yaitu
membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Dalam proses pembelajaran
tugas utama guru selain sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Guru
hendaknya memahami semua aspek pribadi peserta didik baik fisik maupun psikis
dan mengenal, memahami tingkat perkembangan peserta didiknya yang meliputi
kebutuhan, pribadi, kecakapan, kesehatan mentalnya, dan lain sebagainya.
Untuk mengembangkan cara
belajar siswa di sekolah maka diperlukan kerjasama antara guru BK dengan guru
mata pelajaran di sekolah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dewa Ketut Sukardi
(2000:113) pelayanan yang diberikan oleh guru BK terhadap siswa dapat berjalan
secara efektif, maka guru BK memerlukan bantuan dan kerjasama dengan seluruh
tenaga pengajar dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah khususnya dengan
guru mata pelajaran.
Perlunya kerjasama yang baik
antara guru BK di sekolah dengan guru mata pelajaran dikarenakan guru mata
pelajaran merupakan orang yang sering bertatap muka dengan siswa di kelas.
Dengan demikian, guru mata pelajaran memiliki kesempatan yang lebih banyak
untuk mengetahui sikap, kemampuan, bakat, minat, dan cara belajar siswa.
Menurut Dewi Justitia (1994:45) guru BK dapat memberikan dorongan agar siswa
mampu mengikuti proses belajar dengan baik, dapat menangani keluhan yang
dialami siswa dalam proses belajarnya serta mampu menyusun perencanaan layanan yang
sesuai untuk mengatasi masalah tersebut.
Untuk mengetahui bagaimana cara belajar siswa maka dibutuhkan informasi
dan data dari guru mata pelajaran.
Abu Ahmadi (1990:98)
menambahkan guru mata pelajaran mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala
sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan peserta
didik, berarti guru juga mempunyai peranan dalam melihat dan memperhatikan
bagaimana perkembangan siswanya. Permasalahan yang ditemukan di sekolah adalah
guru mata pelajaran kurang mengidentifikasi siswa yang mempunyai cara belajar
yang buruk dalam proses belajar di sekolah dan guru BK jarang menanyakan cara
belajar siswa dalam proses belajar di kelas kepada guru mata pelajaran
dikarenakan tidak semua guru mata pelajaran yang mengkonsultasikan permasalahan
cara belajar siswa di kelas kepada guru BK.
Sementara itu kehadiran konselor di sekolah dapat
meringankan tugas guru dalam beberapa aspek yaitu
- Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah efektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.
- Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses belajar mengajar.
- Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif.
- Mengatasi masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya.
Pelayanan bimbingan dan
konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan
unsur-unsur budaya, sosial dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri
hingga konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang dihadapi oleh siswa
seperi orang tua, siswa, guru dan lain sebagainya yang mungkin terkait dengan
masalah klien. Dalam menanggulangi hal ini maka peranan guru mata pelajaran,
orang tua, dan pihak-pihak lain seringkali sangat menentukan. Guru pembimbing
harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk
kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi
guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.
Sesuai dengan prinsip yang
berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan maka guru pembimbing, guru
mata pelajaran dan orang tua akan sangat berperan penting dalam menentukan
hasil bimbingan. Guru pembimbing dan guru mata pelajaran dapat mengalih
tangankan kasus sesuai dengan asas alih tangan dimana penanganan kasus siswa
bermasalah dialihkan dari satu pihak kepihak lain yang dianggap lebih tepat,
guna menghindari penanganan yang tidak tepat.
Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab
guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling sebagai
berikut:
1. Membantu memasyarakatkan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
2. Membantu guru
pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
3. Mengalih tangankan siswa
yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru
pembimbing/konselor
4. Menerima siswa alih tangan
dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru
pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti
pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
5. Membantu mengembangkan
suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang
pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6. Memberikan kesempatan
dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan.
7. Berpartisipasi dalam
kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8. Membantu pengumpulan
informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan
konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Implementasi kegiatan
bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan Kurikulum tingkat satuan pendidikan
menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan
konseling sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan
pembelajaran yang dirumuskan. Sebagaimana yang telah diketahui, terdapat
Sembilan peran guru dalam kegiatan bimbingan dan konseling, yaitu:
- Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informative, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
- Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
- Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamiskan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreatifitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
- Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
- Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
- Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidkan dan pengetahuan.
- Fasilitator, guru akan memberikan fasiitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
- Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
- Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
G.
TEKNIK
MENGIDENTIFIKASI MASALAH SISWA.
Seiring dengan perkembangan
zaman, permasalahan yang dialami siswa disekolah-sekolahpun semakin kompleks.
Banyak siswa yang secara psikologis maupun kehidupan sosialnya mengalami
masalah. Sehingga dapat mengganngu aktifitas
belajarnya. Untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami siswa, disetiap
sekolah biasanya memiliki guru Bimbingan Konseling masing-masing, dan cara
penyelesaian masaahnyapun beragam, misalnya melalui metode Bimbingan Konseling
kelompok yaitu setiap siswa memiliki kelompok konseling masing-masing dimana
setiap anggota kelompok bisa saling memberi pandangannya.
Secara
psikologis BK disekolah saat ini, konselor memberikan layanan psikologis dalam
suasana pedagogis, jadi konselor memberikan layanan psikopedagogis dalam seting
persekolahan. Penanganan masalah yang dihadapi oleh siswa dilakukan dengan
langsung berhubungan dengan siswa yang bersangkutan. Masalah yang dihadapi
tidak dibatasi pada bidang-bidang tertentu saja tetapi bisa juga menyangkut
masalah pribadi, akademik, sosiak dan sebagainya. Namun pada pembahasan
mengidentifikasi masalah pada siswa secara umum adalah masalah kesulitan
belajar pada siswa.
Belajar
pada dasarnya merupakan proes usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu,
sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataanya masih
ada siswa yang seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak
memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan
bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai
hasil belajar. Sementara itu setiap siswa dalam mencapai kesuksesan dalam
belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat
mencapainya tanpa kesulitan akan tetapi banyak pula siswa yang mengalami
kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Untuk itu
peran Bimbingan Konseling di sekolah sangat penting. Berikut langkah-langkah
konselor dalam menghadapi masalah pada siswa khususnya masalah kesulitan
belajar pada peserta didik:
ü
Teknik
mengidentifikasi kesulitan belajar siswa:
- Teknik Non Tes
a.
Metode
Wawancara
Metode yang ditanyakan: faktor penyebab kesulitan
belajar
b.
Metode
Observasi
Aspek yang perlu di
observasi adalah: kebiasaan dalam menyelesaikan tugas belajar, ketekunan dalam
belajar, ketertibab dalam proses belajar dan mengajar, cara mereaksi stimulus,
hubungan social siswa, kondisi fisiologis dan psikologis siswa dan sarana
belajar yang dimiliki oleh siswa.
- Teknik Tes
a.
Tes
Hasil Belajar:
1)
Tes
Diagnostik
2)
Tes
Formatif
3)
Tes
Sumatif
b.
Tes
Psikologis
1)
Tes
Intelegensi Umum
2)
Tes
Bakat Khusus
3)
Tes
Kepribadian
- Langkah-langkah Diagnosa
Diagnosa merupakan upaya
untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya
masalah siswa. Dalam konteks belajar mengajar faktor-faktor yang menjadi
penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input maupun output
belajar pada siswa.
ü
Terdapat
2 langkah dalam melakukan diagnosis:
- Melokalisasi letak kesulitan belajar
Tujuan: menemukan dimana letak kesulitan belajar pada
peserta didik
Caranya dengan: mendeteksi
kesulitan belajar pada bidang studi tertentu dan mendeteksi ruang lingkup bahan
pelajaran yang mana siswa mengalami kesulitan belajar.
- Menentukan Faktor penyebab kesulitan belajar
- Faktor Internal:
1)
Fisiologis:
Intelegensi, hambatan persepsi (gangguan perceptual modality concept, gangguan
overloading perceptual system) hambatan penglihatan dan pendengaran (Panca
Indera), gizi, kecanduan(alcohol, narkoba) dan kelelahan.
2)
Psikologis:
Minat, Bakat kepribadian, kebiasaan beajar, motivasi belajar, cita-cita, rasa
percaya diri, salah jurusan, kebiasan buruk seperti mudah marah, mudah
tersinggung, sukar bergaul, penyendiri.
- Faktor Eksternal:
1)
Lingkungan:
Harapan orang tua terlalu tinggi tidak sesuai dengan kemampuan anak, kurang
perhatian dari orang tua, konflik keluarga, kondisi social ekonomi keluarga,
budaya dilingkungan masyarakatnya, kegiatan diluar akademik yang diikuti,
pacaran dll.
2)
Instrumen
Belajar: Fasilitas belajar (gedung, sekolah, buku pelajaran dan media penunjang
lainnya) kurikulum sekolah, dan kebijakan penialaian.
ü
Langkah-langkah Menentukan Prognosi
Prognosis merupakan usaha untuk menelaah/mengkaji
masalah yang dialami seseorang, termasuk kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul
jika masalah itu dibantu, serta memperkirakan teknik atau jenis bantuan yang
akan diberikan kepada orang yang mengalami masalah tersebut. Langkah Prognosis
ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk
diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya.
- Ada 3 langkah dalam melakukan prognosis
1.
Memerkirakan
alternative bantuan:
Konselor akan memperkirakan
apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau
tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan tersebut,
kapan dan dimana bantuan tersebut diberikan, siapa yang akan data memberikan
bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapasajakan yang
harus dilibatkan
2.
Menetapkan
kemungkinan cara mengatasi kesulitan belajar.
Ini dilakukan dengan cara
mendiskusikan dan mengomunikasikan dengan pihak pihak yang terlibat dalam
pemberian bantuan tersebut, misalnya: kepala sekolah, Wali Kelas, guru bidang
studi dan orang tua. Bantuan tersebut dapat diberikan melalui program remedial,
pengayaan.
3.
Tindak
Lanjut
Memberikan siswa yang
mengalami kesulitan belajar berupa pengajaran remedial, melibatkan pihak yang
dapat membantu siswa tersebut dan Senantiasa mengikuti perkembangan kemajuan
yang dicapai siswa (pemahaman atau evaluasi program bantuan yang diberikan)
- Praktik Layanan Bmbingan Belajar
Praktik layanan bimbingan
belajar kepada peserta didik amatlah penting, mengingat tujuan akhir dari suatu
pembelajaran adalah mengarahkan peserta didik agar mampu belajar mandiri demi
kesuksesan peserta didik itu sendiri dimasa yang akan dating. Adapun layanan
bimbingan belajar dapat diberikan melalui 2 pendekatan yaitu: pendekatan
individual dan pendekatan kelompok (diskusi, bekerja kelompok, karya wisata
dll).
- Jenis layanan Bimbingan Belajar
- Non Psikologis: dengan cara perbaikan cara belajar siswa dan perbaikan cara mengajar guru.
- Psikologis: peningkatan motivasi berpresasi dengan memberikan hukuman, mengadakan kompetisi atau pemberitahuan hasil tes dan penanaman prinsip-prinsip belajar.
DAFTAR PUSTAKA
- Salim, P. & Salim, Y. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Konteporer Edisi Pertama. Jakarta: Modern English Press.
- Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
- May, R. 1997. Seni Berkonseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Davis, M. 1983. Measuring Individual Differences in Emphaty: Evidence for a Multidimensional Approach. Journal of Personality and Social Psychology. 44(1). 113-126.
- Strayer, J. & Roberts, W. 1997. Facial and Verbal Measures of Children’s Emotions and Empathy. 20(4). 627-649.
- Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
- Wardati dan Mohammad Jauhar. 2011. Implementasi Bimbingan dan Koseling di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka
·
Prayitno dan Erman Amti. 2004.
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling . Jakarta: Rineka Cipta
- SENI MENDENGARKAN AKTIF, Muna Erawati, PDF
Sumber Internet :
·
http://rajapresentasi.com/2010/11/teknik-mendengarkan-secara-aktif-active-listening-skills/
http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-03320165.pdf